Senin, 09 Juli 2012

PENJUALAN BARANG DIATAS HARGA BIASA KARENA KREDIT ATAU LEASING


PENJUALAN BARANG DIATAS HARGA BIASA KARENA KREDIT ATAU LEASING
Jual beli amat penting bagi kehidupan manusia, lebih – lebih saat ini, komunikasi dan interaksi semakin mengglobal sehingga akulturasi pun mengglobal pula. Tapi pada kenyataanya tidak semua orang mampu memiliki suatu barang dengan wajar atau biasa, dikarenakan daya beli dan tarap ekonomi masyarakat berbeda – beda. Dari itu maka terjadilah transaksi jual beli yang pembayaranya tidak secara cash tetapi di kredit (cicilan) dalam waktu yang telah ditentukan dan nominal pembayaran cicilan terkadang ditentukan pula. Konsekuensinya harga barang lebih mahal dari pada harga semestinya. Dan sudah jadi kebiasaan pada zaman sekarang ini, terutama pembelian pada barang yang harganya mahal, contohnya : rumah, mobil, motor, benda elektronik, perhiasan emas dll.
Tidak dipungkiri lagi bahwa praktek jual beli seperti ini  terdapat unsur – unsur pertolongan, antara pembeli dan penjual. Tetapi secara obyektif keuntungan yang diperoleh keduanya tidak sama, bisa berubah setiap waktu.
Jual beli kredit ditinjau dari segi hukum islam :
a.       Jumhur ulama : Hanafi, Syafi’i, Zaid bin Ali berpendapat jual beli yang ditangguhkan pembayaranya dan ada penambahan harga untuk penjual karena penangguhan tersebut adalah shah. Menurut mereka pengguhan ini adalah harga. Mereka melihat dalil umum yang memperbolehkan.
b.      Jumhur ulama menetapkan bahwa seorang pedagang boleh menaikan harga yang pantas, karena pada dasarnya hal itu adalah boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Sebaliknya bila sampai pada batas kezaliman hukumnya berubah haram.
c.       Sebagian fuqaha mengharamkannya dengan alasan bahwa penambahan harga itu berkaitan dengan masalah waktu, hal itu berarti tidak ada bedanya dengan riba. Penjelasan Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Halal Haram.
d.      Pendapat lain mengatakan upaya menaikan harga diatas harga yang sebenarnya lantaran kredit lebih dekat pada riba Nasyiah. Hal itu jelas dilarang oleh nash.
Kebolehan jual beli kredit ini diperkuat dengan pendapat dari Shadiq Abdurrahman al-Sharyani yang mengatakan “jual beli secara kredit boleh saja dilakukan sekalipun dengan harga yang tinggi dari harga kontan. Karena penundaan pembayaran termasuk harga”. Demikian pula al-Shirbasi juga berpendapat :
إدا كان الآجل فى البيع معلوما صح هدا البيع ولا شيْ فيه وهو نوع من آنواع  البيع الجاإزت شرعا
 “seandainya pembayaran kredit dalam jual beli diketahui kadarnya yang tertentu, maka jual beli tersebut shah dan tidak mengapa, bahkan ia termasuk salah satu jual beli yang diperbolehkan oleh agama”.
Melihat realita yang ada dalam masyarakat kegiatan jual beli seperti ini memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Penjual mendapatkan keuntungan tambahan harga sedangkan pembeli bisa mendapatkan barang yang diinginkan secara singkat tanpa harus membayar dengan uang tertentu saat terjadi transaksi.
Dampak negative yang ditimbulkan akibat jual beli dengan cara kredit diantaranya :
a.       Bagi kalangan tertentu ada kecendrungan untuk selalu menggunakan jasa ini walaupun sebenarnya ia mampu untuk membayar secara tunai, maka hal ini berakibat pada sikap konsumeris bertambah subur karena dia mampu untuk mengatasi hal ini.
b.      Bagi kalangan bawah yang berpenghasilan pas-pasan, namun karena ambisinya untuk membeli barang, maka membelinya dengan cara kredit, padahal barang tersebut tidak ia butuhkan. Akibatnya ia terlilit hutang, orang yang seperti ini kenyakan tidak bias bayar apalagi melunasinya.
Jual beli secara kredit sangat menguntungkan bagi pembeli, tapi di sisi yang lain ini sangat merugikan bagi pembeli. Kenaikan harga diatas harga biasa karena penangguhan pembayaran diperbolehkan karena menurut sebagian besar fuqaha penangguhan pembayaran adalah harga, karena dalam nash tidak ada larangan. Selagi tidak sampai batas kezaliman hukumnya berubah haram. Karena pada intinya jual beli secara kredit itu saling tolong – menolong, bukannya mengeksploitasi kekayaan masyarakat miskin, bodoh dan tidak punya pendirian. Yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin terpuruk, tidak adanya kesamaan keuntungan dikarenakan penjual hanya ingin untung yang lebih banyak serta ketidak stabilan ekonomi dalam suatu daerah, sebagai penyebab utamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar