BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Wakaf
uang dapat berperan
dalam menunjang proses pembangunan secara menyeluruh, baik dalam pembangunan
sumber daya manusia, maupun dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Pengembangan wakaf uang memiliki nilai
ekonomi yang strategis. Melalui wakaf uang, aset-aset wakaf berupa tanah-tanah kosong dapat dimanfaatkan dengan membangun gedung atau sarana bisnis. Wakaf uang berpengaruh
positif terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat dana wakaf juga bisa membantu memberdayakan
usaha kecil. Di samping itu wakaf
uang memainkan peranan yang sangat penting sebagai salah satu pilar pembangunan
sosial dan pembangunan masyarakat sejahtera.
Krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, sejak Juli 1997,
merambat ke berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Melemahnya
kegiatan perekonomian, sebagai akibat depresiasi nilai tukar yang sangat tajam
dan inflasi yang tinggi, tidak hanya menyebabkan merosotnya tingkat pertumbuhan
ekonomi, tetapi juga memaksa sektor ekonomi lainnya menurunkan atau bahkan
menghentikan usahanya. Keadaan ini, mengakibatkan bertambahnya pengangguran
yang pada gilirannya memicu berbagai masalah sosial seperti meningkatnya angka
kemiskinan dan kriminalitas yang mengancam stabilitas politik.
Sebagai salah satu instrumen wakaf
produktif, wakaf uang merupakan
hal yang baru di Indonesia. Wakaf yang selama ini dipahami oleh umat hanyalah
wakaf tanah milik yang diatur Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik. Peluang untuk wakaf uang ada setelah Majelis Ulama
Indonesia mengeluarkan fatwa tentang bolehnya wakaf uang tahun 2002. Peluang
yang lebih besar muncul akhir-akhir ini dengan disahkannya rancangan
Undang-undang Wakaf menjadi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
BAB II
PEMBAHASAN
B.
Manajemen
Wakaf Uang Pada Tabung Wakaf Indonesia (TWI)
Peran dan potensi dana ummat dalam pembangunan sangat potensial.
Berdasarkan kondisi ini, maka Dompet Dhuafa tergerak untuk mengambil inisiatif
membentuk institusi Tabung Wakaf Indonesia (TWI) yang berfungsi selaku
pengelola wakaf (nazhir wakaf) khususnya wakaf uang, sekaligus
mengalokasikannya secara tepat dengan profesionalitas dan amanah. Tabung Wakaf
Indonesia (TWI) merupakan badan unit atau badan otonom dengan landasan badan
hukum Dompet Dhuafa Republika, berdiri pada tanggal 14 Juli 2005. TWI merupakan
badan hukum yayasan yang telah kredibel dan memenuhi persyaratan sebagai nazhir
wakaf sebagaimana dimaksud Undang-undang Wakaf. Yakni sebagai nazhir wakaf
berbentuk badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan keagamaan Islam. Pendirian lembaga pengelola wakaf ini
adalah untuk mewujudkan sebuah lembaga nazhir wakaf dengan model suatu lembaga
keuangan yang dapat melakukan kegiatan mobilisasi penghimpunan harta benda dan
dana wakaf guna memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Lembaga ini ikut
mendorong pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Kelahiran lembaga ini diharapkan
dapat melakukan optimalisasi wakaf sehingga wakaf dapat menjadi penggerak
ekonomi ummat. Sasaran lembaga pengelola wakaf adalah seluruh lapisan
masyarakat yang memiliki kemampuan berwakaf dan masyarakat yang menjadi sasaran
program pemberdayaan TWI.
Dompet Dhuafa Republika merupakan institusi pengelola zakat yang
dibentuk oleh masyarakat pada tanggal 8 Oktober 2001. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 439 Tahun 2001, Dompet Dhuafa
Republika pun dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat. Itu berarti payung hukum yang
dipakai sampai saat ini untuk legalitas lembaga pengelola wakaf uang masih
sebagai amil zakat, belum sebagai nazhir.
Kegiatan utama TWI, yang mempunyai visi “Membangkitkan peran wakaf
sebagai penegak dan pembangkit ekonomi ummat”, dan misi “Mendorong pertumbuhan ekonomi ummat serta
optimalisasi peran wakaf dalam sektor sosial dan ekonomi produktif “adalah melakukan kegiatan menghimpun harta benda
wakaf baik berupa benda tidak bergerak, maupun benda bergerak dan melakukan
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang telah dihimpunnya untuk
kepentingan ummat.
Mekanisme yang dilakukan Tabung Wakaf Indonesia (TWI) dalam
mengelola dana wakaf uang dapat dilihat dari beberapa aspek yakni penghimpunan
dana wakaf, manajemen investasi serta pendistribusiannya kepada mauquf alaih.
1. Manajemen Fundraising Dana Wakaf
Pada dasarnya pengelolaan harta wakaf, baik wakaf benda tidak
bergerak, maupun wakaf benda bergerak telah dilakukan oleh Dompet Dhuafa
Republika sejak tahun 2001. Hal ini terlihat dari berhasilnya Dompet Dhuafa
Republika menghimpun dana wakaf uang sebesar
Rp86.968.000,00 Penghimpunan dana
wakaf uang ini meningkat tahun 2002, sebesar Rp822.451.600,00 Peningkatan ini
nampaknya dipengaruhi oleh keluarnya fatwa MUI tentang wakaf uang 11 Mei 2002.
Peningkatan jumlah dana yang berhasil dihimpun ini terus terjadi tahun 2004 di
saat pembahasan dan pensahan undang-undang wakaf. Ini terlihat dari laporan keuangan Dompet
Dhuafa tahun 1425 H yang menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan
yakni Rp7.443.389.785,00 Hal ini berarti sejak ditetapkan sebagai lembaga yang
khusus mengelola wakaf uang, TWI mencoba melakukan tanggung jawabnya secara
profesional. Sejak peresmian TWI menjadi
lembaga pengelola wakaf yang diberi kewenangan untuk mengakses potensi wakaf
uang secara mendiri. Dana wakaf yang berhasil dihimpun mengalami kenaikan yang
cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya bagaimana perkembangan dana wakaf yang
berhasil dihimpun TWI dapat digambarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 1
Penerimaan Wakaf Uang
Tahun
|
Jumlah
|
keterangan
|
2001
|
86,968,000
|
|
2002
|
822,541,600
|
1
Jan 2002-4 Nov 2002
|
1423/1424
H
|
391,914,297
|
5
Nov 2002-25 Okt 2003
|
2004/1425
H
|
7,443,389,785
|
|
2005/1426
H
|
1,099,145,598
|
|
2006/1427
H
|
1,399,798,925
|
|
2008/1428
H
|
1,943,819,391
|
|
2009/1429
H
|
2,070,990,299
|
|
1430
H
|
3,637,700,176
|
Sya’ban
1430/21 Agustus 2009
|
Total
|
18,896,268,071
|
|
Sumber: Laporan Keuangan Dompet Dhuafa, 2001-2009
Dari laporan keuangan ini, terlihat perbedaan yang
signifikan pada jumlah dana wakaf yang berhasil dihimpun sebelum pengelolaan
dana wakaf diserahkan secara penuh ke TWI. Dengan pelimpahan wewenang kepada TWI untuk mengelola wakaf secara
semi independen dana wakaf yang berhasil dihimpun mengalami peningkatan.
2. Investasi Wakaf Uang
Wakaf uang yang dikelola oleh lembaga ini dilakukan dengan jalan menginvestasikannya, baik dengan prinsip bagi hasil (mudhârabah dan musyârakah),
sewa (ijârah), maupun murâbahah. Mengacu pada manajemen keuangan,
nampaknya dalam manajemen investasi wakaf, memobilisasi dana (funding)
lebih mudah dari pada menginvestasikan dana (investment). Seperti yang ditegaskan Monzer Kahf, bentuk baru pengembangan wakaf
uang adalah melalui perusahaan investasi. Merujuk
pada manajemen investasi wakaf uang dalam wacana fiqh, wakaf uang dapat
dikelola dengan skema investasi mudhârabah, musyârakah, ijârah maupun
murâbahah.
Dalam melaksanakan kewajibannya selaku nazhir, TWI melakukan
pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf yang dihimpunnya sesuai
dengan tujuan, fungsi, dan
peruntukannya dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Pengelolaan wakaf uang yang
dicanangkan TWI dilakukan berdasarkan tiga pendekatan, yaitu pendekatan
produktif, nonproduktif dan terpadu (gabungan pendekatan produktif dan non
produktif pada satu objek wakaf).
a.
Pendekatan
Produktif
Dalam pendekatan ini, TWI mengelola harta wakaf untuk hal-hal yang
sifatnya produktif dan menghasilkan keuntungan. Lalu keuntungan ini akan
dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat banyak dengan tetap mempertahankan
nilai pokok dari harta wakaf.17 Dalam
hal ini, TWI mengalokasikan dana wakafnya untuk usaha peternakan, perkebunan,
penyediaan sarana niaga dan bentuk usaha produktif lainnya. Dari hasil usaha
tersebut, keuntungannya digunakan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin.
Penempatan wakaf uang ke sektor produktif dilakukan agar prinsip
“tahan pokok dan nikmati hasil” seperti yang digariskan dalam hadis Nabi, bisa
terwujud. Dana wakaf dari wakif adalah “pokok”, sedangkan surplus dari
pengelolaan dana wakaf adalah “buah”. Hasil inilah yang dialokasikan untuk program-program
seperti pembangunan masjid dan sekolah. Untuk
itu, dalam perwakafan yang harus diperhatikan adalah tetapnya nilai harta yang
diwakafkan. Dalam waktu yang bersamaan wakaf tersebut juga dapat menghasilkan
sesuatu yang dapat disalurkan kepada mauquf alaih.
Menurut mantan Direktur Eksekutif Public Interest Research and
Advokasy Center (PIRAC) ini, sejatinya ada tiga sumber surplus wakaf yang
bisa dikembangkan, pertama, wakaf property, jenis wakaf ini dapat
langsung disewakan, sehingga surplus yang didapat langsung berupa uang sewa. Kedua,
produksi, wakaf produksi terbagi dua, yakni nonmanufaktur berupa lahan
pertanian dan perkebunan dan manufaktur (industry). Ketiga, perdagangan,
dari wakaf uang yang terkumpul dimanfaatkan untuk perdagangan dengan sistem mudhârabah.
Dalam melakukan pengelolaan wakaf uang untuk sektor produktif, TWI
lebih cenderung melakukan investasi secara langsung (direct investment)
ke objek wakaf Di samping ke sektor ril
dengan menggunaka akad mudhârabah, muzara’ah, dan ijârah. Di
antara bentuk pengelolaan wakaf produktif yang dilakukan TWI adalah dengan
menyalurkan dana wakaf ke berbagai sektor yakni wakaf peternakan, pertanian,
perkebunan, perdagangan, wakala (penjualan dinar dan dirham), dan sarana niaga.
Program yang dicanangkan TWI dengan mengelola dana wakaf dalam
bentuk ini adalan dalam upaya agar harta wakaf lebih berkembang manfaat ekonomi
dan sosialnya. Manfaat ekonomi yang dicanangkan terlihat dari banyaknya
kelompok usaha kecil dan menegangah (UKM) yang berhasil diberdayakan dari
kucuran dana wakaf. Seperti kelompok masyarakat yang terhimpun dalam Kampung
Ternak yang ada di Bogor, kelompok tani yang ada di Lahat Sumatera Selatan dan Banggai Sulawesi Tengah, dan para
pedagang yang kaki lima yang berada di Jabodetabek.
Dari program-program wakaf produktif yang telah dilaksanakan TWI,
tampaknya sektor ril menjadi perhatian lembaga ini. Padahal sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) selama ini kurang
mendapat perhatian dari pemerintah apalagi perbankan yang memandang sektor ini
kurang menguntungkan. Dengan memberdayakan sektor ini berarti wakaf uang
terbukti dapat memberikan model mutual fund melalui mobilisasi dana
abadi yang digarap dengan profesional dan amanah, oleh fund manager-nya.
Hal ini sangat tepat dilakukan untuk merangsang kembalinya iklim investasi
kondusif yang dilatarbelakangi motivasi emosional teologis berupa niat amal
jariyah, di samping pertimbangan hikmah rasional ekonomis melalui kesejahteraan
sosial. Karena wakaf uang sangat potensial untuk memberdayakan sektor ril, dapat memperkuat fundamental perekonomian.
Terlaksananya ide
atau gagasan yang cukup fenomenal ini terbukti
dapat mendatangkan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat kelas menengah ke
bawah untuk berlomba demi pencapaian dan peningkatan taraf hidup yang lebih
layak yang mampu menghidupi dirinya tanpa harus bergantung kepada yang lain. Di samping itu, juga dapat membuka peluang baru bagi semua masyarakat untuk turut
berpartisipasi mewakafkan hartanya (menjadi wakif).
Nampaknya bentuk investasi wakaf uang seperti yang dilakukan TWI
ini tidak berbeda dengan apa
yang ditegaskan Muhammad ibn Abdullah al-Ansyari.20 Inovator
bolehnya wakaf uang ini berpendapat wakaf uang dapat dilakukan dengan cara menginginvestasikannya dalam bentuk mudhârabah
dan keuntungannya disedekahkan pada mauquf alaih.
b.
Pendekatan
Nonproduktif,
Berdasarkan pendekatan ini, TWI mengelola harta wakaf untuk hak-hal
yang sifatnya tidak menghasilkan keuntungan (nonproduktif). Manfaat yang ditimbulkan dari harta
benda wakaf yang bersangkutan adalah karena nilai manfaat yang dapat dirasakan
oleh masyarakat sebagai pemetik manfaat wakaf, misalnya TWI mengalokasikan dana
wakafnya untuk investasi pendirian sebuah rumah sakit gratis seperti LKC. Ini
berarti tidak ada pemasukan sama sekali. Dengan demikian, biaya operasional
rumah sakit cuma-cuma tersebut harus dicarikan dari sumber lainnya.21 Di samping itu, TWI juga
mendirikan sekolah gratis untuk kaum dhuafa seperti Smart Ekselensia, sedangkan
seluruh biaya operasional dicarikan dari dana lain seperti zakat, infak, dan
sedekah. Wakaf uang yang dialokasikan untuk program sosial, sejatinya kurang
tepat, karena asas-asas wakaf yaitu keswadayaan, keberhasilan dan kemandirian,
kurang terpenuhi di sini.
c.
Terpadu
Yaitu program penyaluran wakaf untuk sarana dan prasarana institusi
pelayanan umat dikombinasikan dengan program wakaf dalam bentuk sarana niaga,
properti, perkebunan, perdagangan, pertanian, dan lain-lain. Surplusnya
disalurkan untuk kaum dhuafa dan atau untuk operasional institusi pelayanan
umat dalam satu area program.22 Seperti
Rumah Cahaya, sarana perpustakaan dan pelatihan penulisan bagi masyarakat umum
yang dikombinasikan dengan aset properti yang disewakan. Kemudian surplusnya
digunakan untuk mendukung program perpustakaan dan pelatihan penulisan. Wakaf
perkebunan cokelat dan kelapa di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah pun
merupakan bentuk program wakaf terpadu TWI. Hasil dari perkebunan cokelat dan
kelapa ini digunakan untuk mendanai SMU Mansamat yang berada di daerah itu.
Penghimpunan dana wakaf yang dilakukan TWI cukup efektif karena
selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun dilihat dari
pengembalian atas investasi wakaf uang yakni penerimaan dana wakaf dikurangi
dengan dana wakaf yang disalurkan maka
pengelolaan wakaf uang di TWI bermasalah. Kesimpulan ini dibuktikan dengan
terjadinya defisit yang cukup tinggi yang dialami oleh TWI yakni sebesar 1
milyar lebih. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 2
Pengelolaan Dana Wakaf Uang
Tahun
|
Penerimaan
Dana Wakaf
|
Penyaluran
Dana Wakaf
|
Surplus/(Defisit)
|
2002
|
822.451.600
|
0
|
822.451.600
|
2004/1425
H
|
7.443.389.795
|
11.012.014.900
|
(3.568.625.105)
|
2005/1426
H
|
1.099.145.598
|
1.376.712.000
|
(277.566.402)
|
2006/1427
H
|
1.399.798.925
|
1.207.904.000
|
191.894.925
|
2008/1428
H
|
1.943.819.391
|
1.353.367.200
|
590.452.191
|
2009/1429
H
|
2.070.990.299
|
1.203.363.726
|
867.626.573
|
Total
|
14.779.595.608
|
16.153.361.826
|
-1.373.766.218
|
Sumber: Laporan Keuangan Dompet Dhuafa, 2001-2008
Menurut Rini Suprihartanti, defisit anggaran ini berawal dari
proses pembelian gedung LKC tahun 2001 yang dibiayai dan dari dana wakaf uang.
Tetapi, karena dana wakaf yang terkumpul ketika itu kurang, maka pembelian
gedung LKC ditalangi juga dengan dana zakat atas nama hutang bagi TWI. Begitu juga untuk pembelian gedung
sekolah Smart Ekselensia tahun 2003 yang dibiayai dengan dana wakaf, namun juga
mengalami kekurangan dana sehingga pelunasan gedung pun dibantu dengan dana
zakat atas nama hutang bagi TWI. Untuk gedung LKC, sudah dapat dilunasi, tetapi
sekolah Smart Ekselensia masih belum dapat dilunasi oleh TWI.
Bila memahami prinsip sedekah jariyah dalam wakaf, nazhir tidak
saja harus meningkatkan kemampuan dan kualitas kerjanya, tetapi juga cara
pandang (paradigm) terhadap wakaf yang dikelolanya. Keutuhan aset wakaf tidak
musti dipahami secara harfiah dalam bentuk tidak boleh mengubahnya sedikitpun,
tetapi dalam konteks yang diajarkan Rasulullah saw. yakni “menahan pokok dan
mengalirkan hasil”.
Dari pemahaman seperti ini para nazhir bertugas mengembangkan dan
menjaga keutuhan harta wakaf. Dengan ungkapan lain, aset wakaf haruslah
berputar, produktif, hingga menghasilkan surplus dan terus dialirkan surplusnya
tanpa mengurangi aset. Atau ketika barang itu mengalami penyusutan secara alami
akibat pemakaian, dapat diperbaharui kembali dari hasil surplus tersebut. Dalam
wakaf uang yang harus diperhatikan
adalah tetapnya nilai harta yang diwakafkan sehingga dapat menghasilkan sesuatu
yang dapat diberikan kepada mauquf ‘alaih. Ini berarti dana wakaf uang
tidak boleh berkurang apalagi terjadi defisit. Dilihat dari kenyataan ini,
manajemen investasi wakaf uang yang dilakukan TWI belum sesuai dengan prinsip
manajemen investasi wakaf uang yang digariskan dalam ekonomi Islam.
3. Pendistribusian Wakaf
Dalam mendistribusikan wakaf uang, TWI, di samping menyalurkan
untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, dan sosial. Hal ini dapat dilihat dari
program-program wakaf untuk kepentingan umum yakni sarana pendidikan seperti
Smart Ekselensia, kesehatan seperti LKC, dan sosial seperti wisma mualaf.
Dari program-program wakaf sosial yang dilaksanakan TWI, sebagai
bentuk pendisribusian peruntukan wakaf yang disalurkan oleh wakif maupun
pendistribusian dari hasil investasi wakaf. Setidaknya ada tiga sektor utama
yang menjadi sasaran utama TWI, yaitu bidang pendidikan, bidang layanan sosial,
dan bidang ekonomi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3
Penyaluran Dana Wakaf
Tahun
|
Wakaf
bidang pendidikan
|
Wakaf
bidang ekonomi/ investasi
|
Wakaf bidang sosial
|
2001
|
0
|
0
|
0
|
2002
|
0
|
0
|
0
|
2003/1424
H
|
38.310.300
|
0
|
0
|
2004/1425
H
|
6.812.014.900
|
500.000.000
|
3.700.000.000
|
2005/1426
H
|
1.306.430.000
|
70.282.000
|
0
|
2006/1427
H
|
1.207.904.000
|
0
|
0
|
2008/1428
H
|
600.000.000
|
190.000.000
|
563.367.200
|
2009/1429
H
|
0
|
192.629.726
|
1.010.734.000
|
Total
|
9.964.659.200
|
952.911.726
|
5.274.101.200
|
Sumber
: Laporan Keuangan Dompet Dhuafa Tahun 2001- 2009
Dari tabel ini prosentase penyaluran dana wakaf pada tabung wakaf
untuk sektor pendidikan, ekonomi dan sosial dapat dilihat pada grafik di bawah
ini
Grafik
1
Penyaluran
Dana Wakaf

Sumber
: Laporan Keuangan Dompet Dhuafa Tahun 2001- 2009
Dari tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa hampir 61 % dana wakaf yang disalurkan untuk
kepentingan pendidikan. Dana yang terhimpun untuk smart ekselensia dipergunakan
untuk pembelian fasilitas pendidikan seperti gedung dan peralatan pendidikan
lainnya. Dana wakaf yang disalurkan untuk sektor sosial sekitar 33 % sedangkan
wakaf uang untuk sektor ekonomi pada tabel ini hanya disalurkan sebesar 6 %.
Hal ini menunjukkan wakaf uang dapat berperan dalam peningkatan
kualitas pendidikan, dan dan pelayanan sosial. Argumentasi yang dibangun atas
kesimpulan ini didasarkan pada apa yang ditegaskan MA. Mannan, Cash Waqf
Certificate Global Opportunity the Sosial Capital Market in
21-CenturyVoluntary-Sektor Banking,bahwa sertifikat wakaf uang merupakan
investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Namun, kenyataan ini jelas
berbeda dengan pemikiran Dian Masyita, A Dynamic Model for Cash Waqf
Management as One of The Alternative Instruments for The Poverty Alleviation in
Indonesia, yang menyatakan bahwa dana wakaf uang dapat menjadi dana pengurangan kemiskinan di
Indonesia, terutama melalui program microfinance. Kenyataanya, dana wakaf yang
disalurkan oleh lembaga pengelola wakaf uang ke sektor ril masih sangat
terbatas, yakni (6 %). Ini berarti wakaf uang sebagai modal kerja yang menjadi
penggerak sektor ril belum tercapai.
Walaupun pendapatan dari sektor ekonomi yang disalurkan TWI kecil,
tapi efek yang dapat dirasakan masyarakat cukup besar. Selain mendidik
masyarakat untuk berjiwa entrepreneurship,
juga akan menciptakan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat mengurangi
angka pengangguran dan kemiskinan. Karena efek pengelolaan wakaf uang terhadap
pengentasan kemiskinan cukup tinggi, maka penyaluran dana wakaf uang ke sektor
ini harus lebih banyak dari pada ke sektor lainnya.
Dana wakaf uang diinvestasikan dan disalurkan untuk memberdayakan
masyarakat kecil melalui mikro finance dan pendampingan usaha. Bantuan keuangan mikro ini
didampingi oleh sarjana pendamping yang akan memberikan konsultasi kepada
penerima kredit mikro agar dapat pengetahuan cara berusaha dan berbisnis dengan
baik. Dengan pemberian modal dan bantuan manajemen perlahan-lahan masyarakat
miskin dapat terangkat derajatnya melalui usaha mikro yang pada akhirnya mampu
hidup layak dan sejahtera. Perencanaan dan pengembangan program kredit mikro
yang tepat akan memperkuat nilai-nilai kekeluargaan.
Sektor micro finance seharusnya mendapat prioritas terbesar
dalam penyaluran dana, karena di dalam model ini terdapat keberpihakan besar
kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). UMKM mampu menyerap tenaga kerja
produktif sehingga angka pengangguran dapat ditekan. Begitu juga menciptakan UMKM yang mandiri akan
besar dampaknya terhadap pengentasan kemiskinan. Selain itu UMKM yang telah
diberikan bimbingan selama ini memperlihatkan kemampuan tinggi dalam
pengembalian modal.
BAB III
PENUTUP
C.
KESIMPULAN
wakaf dapat berperan dalam menunjang proses pembangunan secara
menyeluruh, baik dalam pembangunan sumber daya manusia, maupun dalam
pembangunan ekonomi dan sosial.
Pengelolaan wakaf uang yang dilakukan TWI melalui pendekatan
produktif, pada dasarnya sesuai dengan manajemen investasi wakaf uang yang
digariskan manajemen investasi wakaf uang perspektif ekonomi Islam, namun
pengelolaan dalam bentuk ini belum menerapkan aturan pengelolaan wakaf uang
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan misalnya masalah penerapan
auransi syari’ah. Namun pengelolaan wakaf uang melalui pendekatan nonproduktif
yang dilakukan pada lembaga tersebut kurang tepat, karena prinsip pengelolaan
wakaf uang yang digaris dalam ekonomi Islam tidak terpenuhi yakni menghasilkan
surplus (return on investmen) dalam pengelolaannya.
Optimalisasi edukasi dan sosialisasi wakaf uang,
pengembangan wakaf uang menjadi wakaf properti dan penerapan good corporate
governance adalah strategi penting yang perlu diperhatikan untuk
pengembangan wakaf uang ke depan. Di sinilah akan dapat dibuktikan bahwa wakaf
uang adalah salah satu elemen penting dalam keuangan ekonomi syari’ah. Untuk
menjaga tingkat profesionalisme nazhir, sudah saatnya nazhir mempunyai
sertifikasi dari lembaga sertifikasi wakaf. Untuk itu diharapkan BWI sebagai
regulator pengelolaan wakaf di Indonesia membuat lembaga ini. Kepada pemerintah
untuk bersikap proaktif dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pada lembaga
pengelolan wakaf tunai. Khususnya kepada BWI untuk dapat melakukan kerja sama
dengan pemerintah daerah dalam pembentukan BWI daerah, sehingga Gerakan
Nasional Wakaf Uang benar-benar terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar