MUSAQAH
A. Pengertian Musaqah.
Secara etimologi, Musaqah berasal dari bahasa
Arab, fi’il madli-nya adalah saqa yang artinya mengalirkan, karena mengikuti
wazan mufa’alah maka kalimat saqa juga berubah menjadi musaqah.
Secara terminologi, Fuqoha berbeda-beda dalam
mengertikan musaqah. Perbedaan ini tidak hanya dalam hal redaksional seperti
pendapat mereka dalam mengartikan akad-akad yang lain, namun juga menyangkut
masalahsubtansial dari musaqah itu sendiri..
Wahbah Zuhaily yang tenar sebagai Fuqoha
kontemporer mendefinisikan Musaqah sebagai berikut:
عبارة
عن العقد على العمل بالشجر
ببعض الخارج, او هي معاقدة
على الاشجر الى من يعمل
فيها على ان الثمرة بينهما
"Musaqah secara fiqh adalah
sebuah istilah dari akad mengenai pekerjaan yang berhubungan dengan pepohonan
dengan sebgaian yang dihasilkan olehnya (buahnya), atau perikatan atas beberapa
pohon kepada orang yang yang menggarapnya dengan ketetapan buah itu milik
keduanya. "
Pengistilahan az-Zuhaily tersebut
berbeda dengan pendapat Syafi’iyah, menurut mereka Musaqah adalah:
ان
يعامل شحص يملك نخلا اوعنبا
سخصا اخز على ان يباشر
ثنيهما النخل او العنب بالسقي
والتربية والحنظ ونحو ذالك وله
في نظير عمله جزاء معين
من الثمر اللذي يخرج منه
“Orang yang memilki pohon tamar (kurma)
dan anggur Memberikan pekerjaan kepada orang lain untuk kesenangan keduanya
dengan menyiram, memelihara dan menjaganya, dan bagi pekerja ia memperoleh
bagian tertentu dari buah yang dihasilkan dari pohon-pohon tersebut.”
Imam al-jaziri, penulis kitab madzahibul
Arba’ah merumuskan pengertian musaqah sebagai berikut: “akad untuk memelihara
pohon ; kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat
tertentu”.
Hasby as-shiddiqy yang dikenal sebagai ahli
hukum islam Indonesia mengartikan musaqoh secara global dan ringkas, yakni:
شركة زراعية
على استثمار
الشجر
“ kerjasama perihal tanaman
menyangkut buah-buahan dari pepohonan”.
B. Pendapat ulama mengenai Musaqah
dan Landasan Hukumnya.
1. Pendapat yang membolehkan.
Ibnu Rusyd dalam Bidayatul mujtahid-nya
menuliskan, Jumhur ulama-yakni imam Malik, ats-Tsauri, Abu Yusuf, Muhammad bin
al-Hasan (dua orang terakhir ini adalah pengikut Abu Hanifah) serta Ahmad dan
Dawud-memegang kebolehan bagi hasil. Menurut mereka, bagi hasil ini
dikecualikan dari sebuah hadits yang melarang menjual sesuatu yang belum
terjadi dan sewa-menyewa yang tidak jelas.
Mereka berpegangan pada hadits shaahih dari
Ibnu Umar r.a yang berbunyi:
ان
رسول الله صلى الله عليه
وسلم رفع ال يهود خيبر
نخل خيبر وارضنا على ان
يعملوها من اموالهم
ولرسولله صلى الله عليه وسلم
شطر ثمرها (اخرجه البخاري ومسلم)
“Rasulullah menyerahkan kepada
orang-orang yahudi Khaibar pohon kurma dan tanah khaibar dengaan syarat mereka
menggarapnya dari harta mereka, dan bagi Rasulullah adalah separuh dari buahnya”
(HR. Bukhari-Muslim).
Dalam satu riwayat juga disebutkan:
انه
صلى الله عليه وسلم سا
قاهم على نصف ما تخرجه
الرض والثمرة (اخرجه البخاري ومسلم)
“Rasulullah saw. Mengadakan
transaksi muusaqah dengan mereka (Yahudi Khaibar) atas separuh dari hasil tanah
dan buah”(HR. Bukhari-Muslim).
Menurut Imam Malik bahwa masaqah
dibolehkan untuk semua pohon yang memiliki akar kuat, seperti delima, tin,
zaitun dan pohon-pohon yang serupa dengan itu dan dibolehkan pula untuk
pohon-pohon yang berakar tidak kuat, seperti semangka, dalam keadaan pemilik
tidak lagi memiliki kemampuan untuk menggarapnya.
Menurut Madzhab Hambali, musaqah
diperbolehkan untuk semua pohon yang buahnya dapat dimakan, dalam kitab
al-mughni, Imam malik berkata; musaqah diperbolehkan untuk pohon tadah hujan
dan diperbolehkan pula untuk pohon-pohon yang perlu disiram. Menurut Hanafiyah
semua pohon yang mempunyai akar ke dasar bumi, dapat di-musaqah-kan, seperti
tebu.
Ulama-ulama fiqh kontemporer juga mengikuti
pendapat ini, di antaranya adalah Wahbah az-Zuhaili (pengarang Fiqh
al-Mu’amalah al-Muashirah), Sayyid Sabiq (pengarang fiqh as-Sunnah), dan
Afzalur Rahman (pengarang Economic Doctrines of Islam). Di Indonesia, ulama
sepakat atas kebolehan musaqah. Disamping itu, teknis, rukun ,dan syarat Musaqah
di telah diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah pasal 266, 267, 268,
269, dan 270.
2. Pendapat yang tidak membolehkan.
Ibnu Rusyd juga menuliskan, menurut Abu
Hanifah dan orang-orang yang mengikuti pendapatnya , Musaqah itu tidak
diperbolehkan sama sekali. Dasarnya ialah bahwa hadits-hadits yang dipakai
sebagai hujjah oleh jumhur ulama yang membolehkan, itu bertentangan dengan
aturan-aturan pokok, disamping karena hadits tersebut merupakan keputusan
terhadap orang-orang yahudi. Boleh jadi, pengakuan Nabi saw. terhadap orang
yahudi itu karena mereka dianggap sebagai hamba dan mungkin pula sebagai warga
negara dzimmi (kafir warga negara islam). Hanya saja, jika mereka itu dianggap
sebgai warga negara dzimmi, maka anggaan ini berlawanan dengan aturan-aturan
pokok, karena yang demikian itu berarti menjual sesuatu yang belum terjadi.
Abu Hanifah juga berpendapat bahwa
bagaimanapun juga hal tersebut tidak dapat dipandang halal, karena ada
kemungkinan bentuk pembagian hasil hasil kebun yang populer saat itu mengandung
sifat-sifat yang sama sehingga mengganggu hak-hak salah satu dari kedua belah
pihak atau mendorong timbulnya perselisihan. Beliau memandang bahwa
kejahatan-kejahatan seperti inilah yang membuat sistem tersebut terlarang.
Jika dikaji lebih lanjut, Abu Hanifah memang
pada awalanya sudah mengharamkan akad muzara’ah. Lebih dari itu, beliau dan
pengikutnya menyamakan musaqah dan muzara’ah karena Illat yang paling
mempengaruhi terhadap pendapat mereka ialah hasil dari akad ini belum ada ( المعدوم)
dan tidak jelas (الجهالة) ukurannya sehingga keuntungan yang dibagi sejak semula tidak
jelas.
Landasan hadits yang digunakan Abu hanifah
adalah :
من
كانت له ارض فليزرعها ولا يكريها
بثلث ولا بربع ولا بطعام
مسمى (متفق عليه)
“ barangsiapa yang memiliki tanah
hendaklah mengelolanya, tidak boleh menyewakannya dengan sepertiga atau
seperempat, dan tidak pula dengan memakan yang ditentukan”
3. Pendapat yang membolehkan musaqah
hanya terbatas pada kurma dan anggur.
Ini adalah pendapat golongan syafi’iyah. Untuk
kebolehan keduanya, mereka mempunyai alasan sendiri-sendiri. Untuk kebolehan
kurma, mereka beralasan bahwa bagi hasil itu merupakan suatau rukhsah, Oleh
karena itu, musaqah tidak berlaku pada semua jenis pertanian kecuali yang
disebutkan dalam as-sunnah. Sedangkan dasar Syafi’i membolehkan musaqah pada
anggur ialah karena penentuan bagi hasil itu melalui taksiran atas tangkai .
Mereka mendasarkan pendapatnya pada hadits
yang diriwayatkan oleh Utab bin Usaid r.a;
ان
رسول الله صلى الله عليه
وسلم بعثه وامره ان يخرص
العنب وتوءديزكاة النخل تمرا (اخرجه ابو
داوود)
“Rasulullah saw. mengutus utab dan
menyuruhnya untuk menaksir angggur ditangkainya, kemudian zakatnya dikeluarkan
berupa zabib (anggur kering), zakat kurma juga dikeluarkan berupa kurma kering
(tamar)”
Dalam hadits diatas disebutkan tentang
penentuan melalui taksiran atas tangkai pada pohon kurma dan anggur, hal itu
berkenaan dengan zakat. Maka seolah-olah syafi’I mengqiyaskan bagi hasil itu
pada pohon-pohon tersebut dengan zakat. Dawud (ad-dzahiri-pen.) menolak hadits
ini dengan alasan hadits tersebut mursal dan yang meriwayatkan hanya
Abdurrahman bin Ishaq, padahal ia bukan orang yang kuat hafalan dan
integritasnya.
Casinos Near I-15/IA-15 (Mapyro) - Mapyro
BalasHapusCasinos near I-15/IA-15 (Mapyro). 이천 출장샵 Find 청주 출장마사지 map, directions, opening 김해 출장안마 hours and a map 안동 출장샵 of I-15/IA-15 near 목포 출장안마 I-15/IA-15.